Copenhagen, Selasa (12/11/2024) Indonesia Corruption Watch (ICW) berkolaborasi dengan PPI Lithuania dan PPI Denmark menyelenggarakan sebuah diskusi lintas negara via online. Diskusi yang dihadiri oleh sebagian besar peserta mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri ini mengangkat sebuah tema besar the corruption perception index (CPI) and anti corruption efforts: Lessons from Denmark & Lithuania and how is Indonesia’s commitment to corruption eradication effort? Diskusi ini mengundang pakar transparency international dari Denmark dan Lithuania, serta dari ICW.
CPI adalah salah satu parameter yang banyak diacu untuk menilai tingkat korupsi sektor publik yang dirasakan di suatu negara di seluruh dunia. Dilansir dari transparency.org saat ini Indonesia berada di peringkat 115 dunia dengan skor CPI 34. Berbanding terbalik, Denmark adalah negara peringkat pertama dengan skor 90. Hal ini melatarbelakangi acara public discussion kali ini, dimana kita ingin tahu bagaimana Denmark dapat menjadi negara dengan tingkat korupsi paling rendah di dunia selama hampir satu dekade terakhir.
Menurut koordinator eksternal PPI Denmark, Ismu R. Fahmi, mulanya acara ini digagas dari adanya kunjungan ICW yang memantik ide kolaborasi dengan PPI Lithuania. Dengan mempertimbangkan Denmark sebagai top country dalam CPI, akhirnya PPI Lithuania turut menggandeng PPI Denmark dalam proses penyelenggaraan diskusi kali ini.
Selain dihadiri oleh hampir sebanyak 30 peserta daring, diskusi ini juga turut mengundang tiga orang narasumber. Ketiganya adalah Ingrida Kalinauskiene dari Transparency International Lithuania; Jesper Olsen dari Transparency International Denmark; dan Tamimah Ashilah dari ICW. Ketiganya membahas berbagai upaya anti korupsi dari berbagai sudut pandang dan latar belakang negara masing-masing. Diantara salah satu hal menarik disampaikan oleh Jesper adalah pendekatan secara ‘soft‘ dimana kampanye antikorupsi tidak selalu harus menampilkan diksi ‘korupsi’ itu sendiri.
“I talked about the phenomenon, about the problem and how ‘it’ hamper the environment. But I never use the word. Because then we will not get a positive development and self-perception on it“, terangnya.
Gagasan-gagasan yang disampaikan para narasumber menarik antusiasme audiens, tidak terkecuali Fahmi.
“Aku sendiri tertarik dengan bagaimana soft approach dari Jesper juga sudut pandang masa lalu yang disampaikan Ingrid, dimana Lithuania punya sejarah yang buruk saat zaman Uni Soviet,” jelas Fahmi, “Sedangkan dari Indonesia, menurut Tamimah, kita harus berani melawan ketakutan terbesar kita yakni isu ‘wealthiness‘ agar tidak terjerumus ke dalam tidak korupsi”, pungkasnya.
Lebih lanjut ia berharap agar para generasi muda Indonesia dapat belajar banyak tentang mental anti korupsi dari negara-negara maju seperti Denmark dan Lithuania.